cerita sebelumnya klik [Part 1]
Namanya Bintang, aku mengenalnya sejak
SMA. Waktu itu kami sama-sama bergabung di kepengurusan OSIS. Seringnya
kegiatan OSIS membuat kami menjadi akrab apalagi jarak rumah kami berdekatan
jadi aku dan Bintang sering kali berangkat dan pulang sekolah bersama. Saat
kuliah tanpa di duga kami masuk di Universitas yang sama meskipun kami berbeda
fakultas. Tapi kami tidak pernah sekali pun tidak melewatkan waktu bersama Uhm, kecuali saat aku sibuk dengan pacarku.
Aku sadari betul momen bersama Bintang lebih membuatku excited ketimbang aku harus pergi berkencan dengan
pacarku. Aku tidak bisa menemukan jawabannya aku selalu beranggapan karena
Bintang adalah sahabatku dan dia tahu segalanya tentang diriku jadi itulah
alasan kenapa aku bisa merasa lebih nyaman dan aman tiap bersamanya daripada
bersama pacarku.
Lalu waktu berjalan dengan cepat aku
putus dengan pacarku, penyebabnya klise aku memergokinya bersama dengan adik
tingkatku bergandengan tangan sangat
mesra di suatu mal dan ternyata fakta terungkap bahwa mereka berdua sudah
berpacaran selama 3 bulan dibelakangku. Saat itu aku merasa tubuhku kosong, aku
tidak menyangka percintaanku berakhir memilukan seperti ini. Aku benar-benar
merasa bodoh, aku hilang kendali lebih karena tidak terima dengan perlakuan
pacarku. Hujan turun dengan derasnya, saat itu hampir tengah malam aku
sendirian sekitarku sepi semakin menyedihkan rasanya. Aku duduk di depan sebuah
toko yang sudah tutup. Lalu aku ingat seseorang, kemudian ku raih ponsel di
dalam tas dan akhirnya aku menghubunginya. Aku ceritakan semua padanya, belum
selesai aku bicara ia memintaku untuk tidak beranjak kemana-mana karena ia akan
segera datang menjemputku. Dia, Bintang.
Aku tersadar dari
lamunanku, momen mengenang masa lalu yang seringkali muncul secara tiba-tiba
tentu mengusikku. Apalagi kenangan yang menyedihkan rasanya ingin ku hapus saja
semua itu tidak akan aku biarkan tersisa secuil pun. Sedangkan momen-momen
bersama Bintang di masa kuliah hingga yang baru terjadi seminggu yang lalu
jarang sekali “tiba-tiba” muncul dan menjadi topik utama lamunanku. Terlepas dari
semua lamunanku tadi, malam ini aku menantikan kedatangan Bintang. Aku mengingat
kejadian tadi siang sungguh diluar dugaan.
Bintang : Gue udah mau sampai nih, sambut gue dengan makanan yang
banyak. Malam ini kita pajamas party.
Aku : Pajamas Party? Lo nggak cocok sok imut gitu. Jangan nyetir
sambil chatting!
Ah rupanya dia sudah
dekat, aku berlari kearah cermin dan kuperhatikan bayangan diriku. Cukup dan
tidak berlebihan dandanku. Sweater warna orange
bertuliskan “Bestfriend” pemberian
Bintang dua tahun lalu saat aku berulang tahun tampak kekecilan mungkin karena
aku yang terlalu banyak makan. Aku siap menyambut Bintang tanpa berani
membayangkan obrolan malam ini akan berakhir seperti apa.
“Hai, sorry ya lama
nungguin gue. Tadi ada meeting dadakan di kantor,” kata Bintang sesaat setelah
ia keluar dari dalam sedan merahnya.
“Iya nggak apa-apa kok,
buruan kesini deh lo,” jawabku yang sedari tadi sudah menunggu Bintang di teras
rumah.
Momen bersama Bintang
datang untuk yang kesekian kalinya, aku tak peduli pada sesuatu yang akan
diceritakannya karena aku sudah tahu semuanya. Aku hanya ingin benar-benar
menikmati kebersamaan kami.
Bintang meraih gitar yang
aku letakkan di kursi, lalu ia memainkan instrumen dari beberapa lagu dengan semaunya
membuat aku yang mendengar jadi pusing tujuh keliling.
“Eh lo yang bener dong
main gitarnya!” protesku pada Bintang
“Terserah gue juga. Eh, tumben
malam ini nggak ada pisang goreng? Lo ganti cheeseroll
segala? Mewah amat.”
“Ah lo mah udah dikasih cheeseroll bukannya bilang makasih malah
banyak tanya. Huh!” jawabku gusar.
“ehm.. May” kata Bintang
kemudian aku menatapnya lama tak berkedip.
“Gue kemarin lusa akhirnya
nyatain semua perasaan gue ke Rara” kata Bintang melanjutkan.
“Terus? Lo ditolak?”
tanyaku dengan nada ketus
“Ya nggak juga sih, Rara
belum bisa kasih jawaban dia butuh waktu untuk berpikir gitu”
“Eh, gue tanya ya emang seberapa besar keyakinan lo sama Rara? dan sebelum lo jawab gue minta lo benar-benar mikirin jawabannya"
Bintang diam ia berpikir keras rupanya. Aku pun menerka apakah perasaannya sangat besar untuk Rara. Bagiku Rara bukan perempuan yang tepat apalagi sejak kejadian siang tadi semakin membuatku ragu. Aku takut Bintang akan menyesal nantinya. Sungguh rasanya aku ingin mengatakan pada Bintang pertemuanku dengan Rara tapi aku sendiri tidak tega.
"Gue yakin May, entah gue sendiri nggak tahu alasannya. Gue jatuh cinta sama Rara tanpa alasan, apa itu nggak cukup untuk ngejawab pertanyaan lo?"
"Gue nggak mau aja lo salah pilih. Lo udah lewat dari batas sekedar pacaran yang lo perlukan itu jodoh untuk masa depan. lo harusnya berpikir rasional, lo kenal Rara udah lama setidaknya lo udah tahu love record-nya dan pedekate selama 5 bulan tanpa progres apapun harusnya bisa bikin lo mikir dua kali untuk lanjut atau berhenti" ucapku panjang lebar.
"Gue merasa Rara orang yang tepat. Gue tetep nggak punya alasan logis buat jelasin ini, May"
"Ya udah terserah lo aja, gue berharap lo bisa dewasa dan berpikir layaknya orang dewasa sebelum lo nyesal"
Entah aku merasa aliran darahku mengalir kencang, tubuhku panas dan amarah berkecamuk dalam hatiku, mungkinkah aku cemburu? atau sangat cemburu? Aku tahu Rara bukan orang yang tepat tapi kenapa Bintang begitu buta oleh cinta? Andai aku mampu mengatakan semuanya pada Bintang.
"May, lo nggak suka ya gue dekat sama Rara?" pertanyaan Bintang mengejutkanku. Andai aku bisa menjawab Iya gue nggak suka lo pedekate sama Rara.
"Bukan nggak suka, gue ngerasa lo bisa dapat seseorang yang worth it untuk masa depan lo. Dan gue merasa orang itu bukan Rara"
"Ya berarti lo emang nggak suka sama dia, kenapa sih?" cecar Bintang
"Gue kan udah bilang bukan gue nggak suka sama Rara secara personal cuma gue merasa dia bukan yang terbaik buat hidup lo. Gitu aja"
"Tapi sejak awal gue cerita sama lo tentang kedekatan gue dan Rara, gue perhatiin lo nggak banyak ngerespon bahkan tiap gue cerita lo kayak malas nanggepin"
"Bintang lo kenapa sih mengulang-ulang pertanyaan yang sama? Kenapa sih lo segitu ngebelain Rara? kenapa lo nggak terima sama pendapat gue?" aku mulai terpancing emosi
"Ya karena lo aneh May. Gue sendiri ngerasa asing akhir-akhir ini sama sikap lo apalagi tiap gue cerita soal Rara lo akan berubah, air muka lo itu nggak bisa nipu gue"
"Udah deh, kalo lo masih keukeh tanya hal nggak penting gini mending lo pulang aja, gue malas debat sama orang yang mata dan hatinya udah ketutup sama cinta buta"
"Lo berubah May" kata Bintang pelan.
"Apa? justru lo yang berubah. Gue uda nggak kenalin lo lagi. Tengah malam lo rela pergi ninggalin gue demi nyari seekor kucing yang hilang dari rumah majikannya padahal lo tahu saat itu gue butuh lo gue butuh sahabat gue! Lo berubah lo banyak ngelakuin hal konyol dari nemenin Rara ke salon sampai rela nganterin dia jauh-jauh ke Singapore cuma karena dia pengen nonton konser boyband favoritnya padahal lo sadar besok lusanya lo harus presentasi di depan bos karena lo dipromosikan jadi senior manager. Lo yang berubah, lo nggak pernah joging lagi karena tiap pagi lo harus jemput Rara dan nganterin dia ke kantor supaya nggak kena macet tapi lo sendiri harus rela telat. Itu yang lo bilang jatuh cinta?"
"Gue kira lo bakal ngertiin gue May, ternyata lo sama sekali nggak paham sedikitpun tentang gue"
"Lo ngomong apa barusan? Lo tega banget ya gara-gara Rara lo bisa bilang kayak gitu. Mending lo pergi aja, nggak usah cari gue lagi." Kataku penuh emosi, lalu aku berlari ke dalam rumah meninggalkan Bintang yang tercengang menatapku.
Bintang kenapa kamu berubah seperti ini? Kenapa kamu jadi orang lain? Mana Bintang yang kuat, Bintang yang selalu berpikir logis, mana Bintang sahabatku? seseorang yang ku cintai dalam hati. Malam ini momen favoritku lenyap begitu saja dan mungkin tidak akan pernah kembali.
bersambung....
Lanjutin mih lanjutiiin!!
BalasHapusSeru di dialognya nih, kak Deb jago nyusun dialog :3 aku sendiri sering kesulitan di bagian dialog *jadi curhat ._.
BalasHapusditunggu part 3 nya kak! :D