Hai Bagas,
apa kabarmu? aku sebenarnya tak perlu menanyakan itu. Dan sebenarnya aku bisa melihatmu dengan jelas. Kamu tampak sehat, bahkan terlihat lebih kuat. Aku senang mengetahui kamu baik-baik saja.
Hari ini kamu sempurna dengan kemeja warna baby blue itu, tatanan rambutmu yang lebih rapi dari biasanya, wangi parfum yang menempel (bahkan aku bisa menciumnya dari sini) dan yang paling hebat adalah senyummu. Ya senyummu yang membuatmu makin berwibawa. sungguh aku merindukanmu.
Bagas,
aku senang melihatmu seperti ini, kamu pada akhirnya bisa memilih. Lihat, memilih itu bukan hal yang sulit kan?
Bagas,
kamu masih memikirkanku? aku baik-baik saja, ehm sangat baik malah. Kamu sekarang sudah mulai berpikir ini jalan terbaik untuk kita berdua. Aku bangga padamu, karena tidak mudah memang untuk berbesar hati.
sebenarnya malam itu, aku ingin mengatakan padamu. Hal yang seharusnya aku katakan dari dulu. tapi, apa daya ternyata sesuatu itu tidak tersampaikan. aku menyesalinya. aku terlanjur pergi, dan kamu pasti tahu kan aku tidak akan bisa kembali. Maaf, aku menjadi bodoh, selama ini aku sibuk dengan sketchbook-ku. aku bahkan tidak menggubris semua rasa yang kamu miliki. Maaf, aku egois. saat aku berada dalam kondisi terburuk pun aku tak bicara padamu.
Hingga malam itu datang, aku membujur kaku, badanku sekujur membiru, tak ada suara yang keluar dari mulutku. aku bahkan tak lagi mendengar suara-suara disekitarku. perlahan aku merasakan sukmaku keluar dari tubuh ringkihku. lalu aku memandangi diriku yang merana di atas kasur itu.
Ya, aku mati. di malam itu, padahal saat sore hari aku menghabiskan waktu bersamamu dan mendengarkan pengakuanmu, bahwa kamu mencintaiku.
Bagas,
aku tidak bisa melawan takdir, penyakit yang sudah bersarang di tubuhku sejak aku remaja, ahli medis menyebutnya Lupus. kekebalan tubuh yang malah menjadi bumerang untukku. asal kamu tahu, aku tidak pernah meminta berada dikondisi seperti ini.
Aku menyakitimu, maafkan aku.
tidak ada yang bisa kuberikan padamu, bahkan disaat terakhir kehidupanku. aku hanya tidak ingin membuatmu menggantungkan asa terlalu tinggi, karena aku tidak mampu mendampingimu. aku tidak lagi bisa menemanimu berada di jalan setapak, duduk di bangku taman dan menikmati suasana sore, sambil mendengarkan kicauan burung gereja.
aku tidak lagi bisa menemanimu menikmati kopi, seperti yang sering kita lakukan. aku masih ingat, kamu selalu berada disampingku. Aku menggambar di sketchbook, dan kamu bercerita banyak hal sambil meminum kopi.
maafkan aku
Bagas,
terima kasih ya untuk segalanya, aku senang bisa mengenalmu. aku bangga pernah menjadi bagian dalam hidupmu. aku bersyukur karena kamu selalu menemaniku hingga ajal datang dan membawaku pergi. terima kasih kini kamu sudah kuat, lebih dari yang aku bayangkan.
cobalah untuk membuka hati, aku lihat ada seseorang yang akan menyayangimu dengan tulus. percaya padaku!
kini saatnya, aku mengakui "AKU MENCINTAIMU, BAGAS"
maaf untuk segala perasaan yang tak tersampaikan.
-Nara-
1. flash fiction untuk suatu project bareng Mamon.
2. Lihat juga "Buat Audrey" disini
3. saat menulis ini sambil mendengarkan Kiss The Rain by Yiruma, dapat banget soulnya ;)
Bagas,
aku senang melihatmu seperti ini, kamu pada akhirnya bisa memilih. Lihat, memilih itu bukan hal yang sulit kan?
Bagas,
kamu masih memikirkanku? aku baik-baik saja, ehm sangat baik malah. Kamu sekarang sudah mulai berpikir ini jalan terbaik untuk kita berdua. Aku bangga padamu, karena tidak mudah memang untuk berbesar hati.
sebenarnya malam itu, aku ingin mengatakan padamu. Hal yang seharusnya aku katakan dari dulu. tapi, apa daya ternyata sesuatu itu tidak tersampaikan. aku menyesalinya. aku terlanjur pergi, dan kamu pasti tahu kan aku tidak akan bisa kembali. Maaf, aku menjadi bodoh, selama ini aku sibuk dengan sketchbook-ku. aku bahkan tidak menggubris semua rasa yang kamu miliki. Maaf, aku egois. saat aku berada dalam kondisi terburuk pun aku tak bicara padamu.
Hingga malam itu datang, aku membujur kaku, badanku sekujur membiru, tak ada suara yang keluar dari mulutku. aku bahkan tak lagi mendengar suara-suara disekitarku. perlahan aku merasakan sukmaku keluar dari tubuh ringkihku. lalu aku memandangi diriku yang merana di atas kasur itu.
Ya, aku mati. di malam itu, padahal saat sore hari aku menghabiskan waktu bersamamu dan mendengarkan pengakuanmu, bahwa kamu mencintaiku.
Bagas,
aku tidak bisa melawan takdir, penyakit yang sudah bersarang di tubuhku sejak aku remaja, ahli medis menyebutnya Lupus. kekebalan tubuh yang malah menjadi bumerang untukku. asal kamu tahu, aku tidak pernah meminta berada dikondisi seperti ini.
Aku menyakitimu, maafkan aku.
tidak ada yang bisa kuberikan padamu, bahkan disaat terakhir kehidupanku. aku hanya tidak ingin membuatmu menggantungkan asa terlalu tinggi, karena aku tidak mampu mendampingimu. aku tidak lagi bisa menemanimu berada di jalan setapak, duduk di bangku taman dan menikmati suasana sore, sambil mendengarkan kicauan burung gereja.
aku tidak lagi bisa menemanimu menikmati kopi, seperti yang sering kita lakukan. aku masih ingat, kamu selalu berada disampingku. Aku menggambar di sketchbook, dan kamu bercerita banyak hal sambil meminum kopi.
maafkan aku
Bagas,
terima kasih ya untuk segalanya, aku senang bisa mengenalmu. aku bangga pernah menjadi bagian dalam hidupmu. aku bersyukur karena kamu selalu menemaniku hingga ajal datang dan membawaku pergi. terima kasih kini kamu sudah kuat, lebih dari yang aku bayangkan.
cobalah untuk membuka hati, aku lihat ada seseorang yang akan menyayangimu dengan tulus. percaya padaku!
kini saatnya, aku mengakui "AKU MENCINTAIMU, BAGAS"
maaf untuk segala perasaan yang tak tersampaikan.
-Nara-
1. flash fiction untuk suatu project bareng Mamon.
2. Lihat juga "Buat Audrey" disini
3. saat menulis ini sambil mendengarkan Kiss The Rain by Yiruma, dapat banget soulnya ;)