Rabu, 05 Agustus 2015

Galau di awal Agustus

Good day all,


Hari ke- 5 di bulan Agustus, entah gue harus mulai darimana tapi kenyataannya bulan ini menjadi bulan spesial setelah bulan April (bulan kelahiran gue). Alasannya sederhana, karena pada bulan agustus gue merayakan hari jadi bersama seseorang yang spesial. Gue saking excitednya udah menyiapkan hadiah buat dia dan gue berharap dia bakal suka. Ah bagian ini gue skip untuk postingan berikutnya aja.



Kenyataan berikutnya adalah gue GALAU. 



Kenapa?



Berawal dari siang tadi, ada seorang teman yang membagikan informasi lowongan pekerjaan di salah satu televisi swasta. Gue cuma bisa miris, gue seperti kembali ke tahun 2013 dimana saat itu gue mengikuti proses recruitment di stasiun televisi yang sama. Singkat cerita, gue gagal! gue nggak lolos saat interview user dan buat gue hal itu cukup menghancurkan mood sepanjang hari. Gue merasa kecewa pada diri gue sendiri, karena menjadi bagian dalam stasiun televisi itu adalah impian gue sejak lama. Lalu kenapa sekarang jadi galau? Iya karena sampai detik ini gue masih belum bisa terima kegagalan gue saat itu. 

Gue merasa performance gue buruk dan itulah penyebab kegagalan diri gue untuk bergabung di sana. Andai gue bisa kembali ke 2013 gue ingin memperbaiki diri gue sendiri terutama ketika akan menghadapi interview user. 


Di sisi lain, ada hasrat untuk kembali mencoba peruntungan dengan apply pada stasiun televisi tersebut. Namun nyatanya nggak semudah itu gue tidak pesimis terhadap masa depan gue nantinya. Gue hanya realistis, memilah milah mana yang penting dan tidak terlalu penting. Semua udah berbeda nggak seperti  2 tahun yang lalu. Gue nggak bisa asal milih, yang ada nanti gue gegabah.



Gue berpikir dan mulai mempertimbangan, kehidupan gue saat ini udah baik meski masih jauh dari kata sempurna tapi gue bahagia. Gue punya pacar dan tentunya ada tujuan yang gue dan dia pengen capai bersama, adek-adek gue yang semakin dewasa secara fisik dan emosional membuat gue nggak pengen jauh dari mereka. Dan tentu saja kedua orang tua gue yang tidak lagi muda, gue pengen selalu berada di dekat mereka. 



Gue tidak menjadikan "mereka" sebagai beban penghalang ketika gue pengen mencoba peruntungan bekerja di media massa seperti televisi. Gue cuma realistis, gue nggak bisa egois. Apalagi usia gue yang udah berada pada zona kapan-kamu-nikah membuat gue berpikir ulang, gue ingin menghabiskan hidup gue bareng sama orang yang gue cintai dan sudah sepantasnya pertimbangan ini tidak membuat segala rencana yang udah disusun jadi berantakan.



Hasrat untuk apply kembali pada stasiun tv atau persiapan menuju masa depan membuat pikiran gue jadi bias. Di sisi lain banyak yang memberi dukungan untuk apply, tapi ada juga yang memberi opini "pengingat" bahwa ada tujuan lain dalam hidup yang tidak hanya soal pekerjaan impian.



Ahh, biarlah gue juga makin bingung. Sebaiknya gue tidur aja daripada makin ngelantur di sini.



-Debrina-

Kamis, 09 Juli 2015

Himalaya

Coba khayalkan sejenak 
sepuluh tahun nanti hidupmu
coba bayangkan sejenak misalkan
ada aku yang menemani 
hari demi hari yang tak terhitung
misalkan itu aku yang terakhir umtukmu

---------------------------------------
untuk itu kan ku persembahkan
Himalaya

(Himalaya - Maliq n D'essentials)


Rabu, 08 Juli 2015

Mati

Dia sendiri
Berdiri mematung di sudut ruangan
Nafas yang terengah-engah
Jantung yang berdebar kencang
Laksana tabuhan suara gendang

Dia terpaku
Namun matanya mengawasi sekitar
Diam, hening, sepi
Tapi ancaman bisa datang dari segala penjuru

Tangannya menggenggam sebilah kayu
Senjata satu-satunya yang dimiliki
Harapan untuk selamat
Erat sekali genggamannya, mungkin dalam hati kayu itu merintih kesakitan

Sekelibat bayangan tertangkap matanya
Dia di sudut ruangan
Merapal doa dalam hati
Mengharapkan bantuan dari Sang Ilahi

Nyawa yang jadi taruhannya
Bayangan hitam itu mengetahui keberadaannya
Pintu ruangan terbuka
Semilir angin langsung memenuhi ruangan yang pengap ini

Dia, sendirian
Dia, ketakutan
Dia, tak ada yang menyelamatkan

Suara langkah kaki
semakin mendekati sudut ruangan itu
Dia, tak berkutik
Dia, terjebak

Tangan dengan jemari yang besar tak elok dipandang
Menyentuh bahunya
Dipaksanya dia untuk menoleh
Dia hanya bisa pasrah

Sebuah benda tajam terasa mengoyak punggungnya
Berkali-kali
Sakit.. sakit...sakit...
Kayu itu lepas dari genggamannya

Dia telah mati.
Tragis

Bayangan hitam itu pergi
Kayu itu turut dibawanya
Yang tersisa hanya tubuh yang terbujur kaku
Dengan darah membasahi seluruhnya

Dia telah mati.
Tragis


-Debrina-