Kamis, 02 Januari 2014

1 Hari Mencintaimu (kembali)

Malang masih ramah menyapaku tak ada perubahan yang berarti meskipun pada kenyataannya banyak yang mengeluhkan Malang tak senyaman dulu lagi. Tapi, bagiku itu tak menjadi persoalan. Banyak alasan yang membuatku selalu ingin kembali ke kota ini, bukan hanya karena beragam kuliner dan tempat tujuan wisata yang jadi pesona tapi ada hal yang bersifat pribadi bernama kenangan yang membuatku selalu rindu pada Malang.

Aku memperhatikan anak perempuan kecil yang berlarian di depanku, ia tampak begitu lincah dan bahagia di dekatnya berdiri kedua orang tuanya mengawasi sambil sesekali berseru "Awas jatuh,perhatikan langkahmu" atau "Jangan berlarian terus nanti kamu capek". Namanya juga bocah jiwa bebasnya tak akan menghalanginya berhenti berlarian. Ah, andai aku sebebas itu bisa sejenak melupakan kepenatan akan tanggungjawab pada pekerjaan. Sore hari ini bukan tanpa alasan aku duduk manis di bangku taman alun-alun kota Malang, aku menunggu seseorang yang sebentar lagi akan datang. Aku merasa aneh ketika menyadari aku mulai gugup, sesekali aku memperhatikan wajahku dari cermin kecil yang selalu ku bawa kemanapun aku pergi. Aku tidak ingin polesan manis diwajahku ini luntur sebelum ia melihatnya.

Pertemuan tanpa sengaja dengannya di kafe milik Dilla,karibku saat kuliah merupakan satu bonus dari perjalanan dinasku ke kota ini. Sudah hampir 5 tahun sejak wisuda aku tak pernah bertemu dengannya. Entah Tuhan merencanakan apa, yang pasti sore ini di alun-alun kota Malang aku terlalu gugup duduk sendirian menanti kedatangan Fikri. Kembali ku perhatikan sekeliling, ada sekelompok pengamen yang sedang menghitung uang recehan dari hasil menyanyikan lagu-lagu milik Iwan Fals, ada pula penjual tahu petis yang jumlahnya cukup banyak mengitari alun-alun kota, dan banyak juga warga yang menghabiskan sore harinya dengan menikmati suasana di alun-alun. Mungkin hanya aku saja yang sedari tadi gugup berlebihan bahkan aku mengganti posisi duduk-lalu-berdiri-lalu-duduk-lagi sebanyak enam kali.
Dia masih sama, tidak pernah tepat waktu setiap ada janji bertemu denganku. Jika ini lima tahun yang lalu mungkin aku sudah marah dan meninggalkan dia sebelum dia sempat memberi alasan atas keterlambatannya. Tapi ini berbeda bukan lima tahun yang lalu saat kami masih bersama, ini adalah kenyataan baru bahwa kami bertemu lagi tidak dengan kondisi yang sama seperti lima tahun yang lalu.

Satu pesan masuk ke ponselku
Agnes maaf aku terlambat, aku masih di tempat parkir. Kamu dimana?

Aku hendak membalas sms dari Fikri tapi tiba-tiba saja ia sudah berada di depanku. Hal itu membuatku terkejut dan pasti ekspresi kagetku cukup membuat wajahku terlihat konyol.

"Hai, maaf lama ya," Ucapnya lalu duduk disampingku.
"Iya, kamu nggak berubah dari dulu memang nggak pernah on time," Jawabku sambil menggeser badan memberi tempat untuk Fikri duduk.
"Jadi,sampai kapan kamu di sini?"
"Lusa aku sudah harus kembali ke Jogja. Kenapa?" Tanyaku penasaran.
"Nggak apa-apa sih cuma pengen ngajak kamu jalan aja besok"
"Besok? kamu nggak ngajar?"
"Kebetulan besok kelasku selesai jam 10 pagi, setelah itu i'm free. Jadi gimana? kamu bisa kan?" entah kenapa pertanyaan  Fikri barusan terkesan menggodaku, atau aku saja yang terlalu GR.
"Besok aku meeting sampai jam 12 selebihnya aku nggak ada jadwal sih" jawabku sambil memperhatikan anak perempuan kecil tadi yang kini asyik berlarian mengejar kupu-kupu.
"Oke, besok aku jemput kamu di hotel ya sms aja kalo udah kelar meetingnya"
"eh,iii..yaa..iya iya" Kataku terbata-bata, Ah dia pasti tahu kalau aku saat ini gugup sekali.
"Eh, makan yuk? laper nih dari siang aku belum isi perut" Ajak Fikri
"Boleh, aku juga kangen sama kulinernya Malang. Ke Pecel Kawi aja ya?" kataku kemudian
"Ah, kamu sama selalu menentukan semuanya sesuka hati"
"Lho, kamu nggak mau makan di pecel kawi? Ya udah ganti aja terserah kamu deh"
"Hahaha.. Agnes, aku cuma bercanda, ayo lah kita makan di sana" Jawab Fikri sambil mengacak rambutku. Dia masih ingat kebiasaannya, dia tahu aku selalu marah tiap dia berusaha menghancurkan tatanan rapi rambutku. Tapi kali ini aku tidak marah justru aku menikmatinya, pandangan Fikri berubah mungkin ia merasa aneh aku tidak marah padanya. Biar saja.

Suara adzan dari pengeras suara Masjid Jami' di barat alun-alun kota terdengar jelas saat kami berdua berjalan ke tempat parkir.
"Fikri, kamu sholat aja dulu nanti baru kita makan," katakusambil menghentikan langkah.
"Ehm, nggak apa-apa?" tanya Fikri
"Sejak kapan aku ngelarang kamu sholat? Buruan deh, aku tunggu kamu di depan Gereja Immanuel" kataku sambil mendorongnya agar berjalan ke arah Masjid.
"Oh oke tunggu ya Nes" jawabnya seraya berjalan menjauh. 

Lima tahun yang lalu adalah akhir dari semua mimpi dan harapan yang sudah aku rangkai bersama Fikri. Kami harus berpisah penyebabnya karena hal yang sangat prinsip. Saat itu kami tidak menemukan solusi yang tepat sebagai pemecah kebuntuan pada hubungan kami, hingga akhirnya kami memilih untuk mengakhiri saja komitmen yang sudah terjalin selama 3 tahun. Aku lulus kuliah dan memutuskan untuk pulang ke Jogja dan bekerja disana, sedangkan Fikri melanjutkan studi S2 demi mengejar impiannya menjadi seorang dosen. Kini setelah lima tahun berselang Tuhan mempertemukan kami kembali.

Jalanan di daerah Tidar tampak lenggang saat siang hari, aku telah selesai meeting lebih cepat dari perkiraanku. Aku memilih langsung kembali ke hotel saat driver sewaan bertanya tujuan berikutnya. Siang ini Fikri akan menjemputku sebaiknya aku bergegas kembali ke hotel.

"Kita mau kemana?" tanyaku saat Fikri menjemputku
"Ikut saja hari ini kejutan untukmu" jawabnya kemudian.

Kami berjalan terus ke sisi Barat kota Malang, Fikri menyetir mobilnya dengan santai. Ku perhatikan dia dari samping, pakaiannya rapi ia mengenakan polo shirt warna merah yang dipadukan dengan celana khaki. Ku perhatikan lagi, tatanan rambutnya kini berbeda ia memangkasnya jauh lebih rapi mungkin karena ia seorang dosen tentu ia harus terlihat rapi di depan mahasiswanya. Fikri jauh lebih gemuk dari terakhir kami bertemu. Tiba-tiba ia menoleh ke arahku dan tersenyum. Damn! aku ketahuan memperhatikannya, ku layangkrikan pandangan ke arah luar jendela. Tanpa banyak bicara aku tahu kemana Fikri akan membawaku, Batu.

Kurang lebih satu setengah jam perjalanan kami dan akhirnya kami sampai di Waduk Selorejo. Udara yang sejuk dan pemandangan danau menyegarkan mataku. Dari kejauhan aku dapat melihat beberapa nelayan menjala ikan di tengah danau. Hari ini Selorejo tidak seramai saat akhir pekan, sehingga kami berdua bebas memilih tempat untuk duduk dan bercengkrama. Sambil menikmati jagung bakar aku dan Fikri saling berkisah tentang kehidupan kami.

"Nes, kamu tahu aku senang bisa ketemu lagi sama kamu. Waktu Anne cerita kalo kamu balik ke Jogja dan kerja disana, rasanya aku pengen nyusulin kamu kesana."
"Sama lah, aku juga nggak nyangka bisa ketemu lagi. Gimana rasanya jadi dosen?"
"Menyenangkan, setiap hari selalu ada hal baru yang terjadi. Mahasiswa zaman sekarang kritis dan penuh inovasi, jadi aku memaksa diri untuk selalu update, biar ndak kalah sama mereka" kata Fikri lalu tertawa. 

Aku kembali memperhatikan nelayan-nelayan yang bekerja keras menjala ikan,itu semua dilakukan semata agar asap dapur dirumah mereka tetap mengepul. Lalu aku berpikir seandainya lima tahun yang lalu aku dan Fikri bekerja sama lebih giat lagi mempertahankan hubungan kami mungkin akan ada jawaban untuk semua perjuangan itu. Andai saja.

"Malang nggak berubah ya? Masih banyak yang sama, tapi Anne kalo cerita suka ngeluh katanya sekarang Malang makin padat, kebanyakan ruko daripada taman kota dan lain-lain. Panjanglah kalo Anne udah cerita," kataku 
"Iya, Malang masih sama kok kan masih ada aku disini,itu yang bikin Malangmu tetap sama" jawab Fikri
"Ih,apaan deh kenapa jadi genit gitu sih?"
"Hahaha.. Udahlah Nes nggak bisa dipungkiri, terlalu banyak kenangan di kota ini buat kita berdua,"
"Ya, kenangan tentang kita." kataku lalu memejamkan mata mencoba menikmati segarnya udara disini. Tiba-tiba ku rasakan hangat tangan Fikri menggenggam tanganku, kehangatan yang masih sama dan masih aku ingat jelas. Aku tetap memejamkan mata menikmati semua ini.
"Nes, diamlah disini bersamaku setidaknya untuk hari ini saja, aku tidak meminta banyak hal, biarkan aku mencintaimu seperti dulu meskipun harus sesingkat ini kebersamaan kita."
"Fikri..." Aku menahan air mataku, sekelebat bayangan masa lalu menghampiriku, lebih dalam lagi semakin terasa betapa aku merindukan kehangatan seperti ini. Tuhan, mengapa Kau pertemukan kami disaat semua tak lagi sama?

Fikri membawaku kembali larut dalam kenangan, aku pun tak ingin hari ini cepat berlalu. Ketika menggenggam erat tanganku, aku pun melakukan hal yang sama ku genggam erat-erat tangannya kali ini dengan kedua tanganku. Fikri tersenyum ia membawaku kembali melewati jalan berliku kembali menuju kota Malang. Hari sudah semakin gelap, mobil Fikri melaju dengan kencang. Aku tahu kebersamaan kami akan berakhir dalam beberapa jam saja karena esok pagi aku akan kembali ke Jogja.

"Pelan-pelan saja aku nggak mau buru-buru melewatkan malam ini tanpa kamu" kataku
"Nes,kalo agama mengajarkan cinta lalu kenapa karena agama pula cinta harus terpisah?" Pertanyaan Fikri begitu memilukan, untuk menjawabnya pun aku tak mampu. Ya, Tuhanku!

Sesampainya di hotel tempatku menginap Fikri mengantarkan sampai di lobby, sudah pukul 23:00 suasana hotel cukup sepi dan tenang.
"Masuk dan tidur ya, besok perjalanan panjang ke Jogja. Nes, terima kasih untuk hari ini. Terima kasih mengizinkanku mencintaimu lagi satu hari ini"
"Fikri.." belum selesai aku bicara tiba-tiba Fikri mencium keningku dan seraya memeluk tubuhku. Aku biarkan semuanya larut menjadi satu, aku tak berdaya oleh kenangan dan hari ini akan menjadi setumpuk kenangan baru dalam hidupku.

Suasana stasiun Kota Baru pagi ini ramai, langkahku terasa berat meninggalkan Malang dan harus kembali pulang ke Jogja. Keriuhan suara orang yang hilir mudik di depanku berpadu dengan suara laju kereta yang mulai mendekat tak bisa mengalihkanku dari kejadian malam tadi, saat Fikri mencium kening dan memelukku.

2 pesan masuk :
*Fikri
Hai Nes, take care ya. Terima kasih.

aku tersenyum membaca sms dari Fikri,ingin aku balas tapi ada satu pesan lagi yang belum ku baca.

*Marco
Sayang,hati-hati ya nanti aku jemput kamu. Sampai ketemu di Jogja. I miss u so much Honey

Pesan dari Marco, tunanganku telah menyadarkanku bahwa kisah cinta satu hari bersama Fikri akan kembali menjadi kenangan yang akan terus tersimpan. Saatnya aku kembali pada kenyataan kembali pada seseorang yang telah ku pilih menjadi pendamping untuk masa depanku. 

Reply to Marco
I miss you too Honey. Sebentar lagi aku pulang.

-fin-
 
debrina.
 

7 komentar:

  1. Kalimat yang paling aku sukai.. "sampai ketemu di jogja"

    BalasHapus
  2. wow, cerita cintanya dewasa banget ya, cara Agnes dan Fikri dalam ngendaliin perasaannya itu loh :")
    hmm deskripsi settingnya kereen :3

    BalasHapus
  3. aish, jadi inget aku sama ray dulu pertama ketemu di cafe, mana dia telat lagi, hahaha *curhat* :p

    BalasHapus
  4. Sesuatu yg sementara emang selalu berhasil bikin kita jadi terkesan lbh mencintainya.

    BalasHapus
  5. kadeeeeeb , ini keren nulisnya gak main - main , pakai hati makanya dapet bgt kesannya . love it lanjutin nuls terus yah {}

    BalasHapus

Terima kasih sudah membaca dan sertakan komentarmu disini Dear. :)